PENERAPAN PANDANGAN SUPERVISI PENGAJARAN DAN PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAJARAN


MAKALAH
PENERAPAN PANDANGAN SUPERVISI PENGAJARAN DAN PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM PELAKSANAAN SUPERVISI PENGAJARAN


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Supervisi Pendidikan yang dibina oleh BapakImam Gunawan S.Pd, M.Pd.



Oleh
Nella Yanuar Rizky              (170131601097)
Sinta Dwi Anggraeni            (170131601002)
Yulia Triana Ratnasari        (170131601066)







UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Februari, 2018




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penerapan Pandangan Supervisi Pengajaran dan Pendekatan Alternatif Dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran” ini tepat pada waktu yang sudah diberikan. Shalawat serta salam tak lupa saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat dengan cahaya kebenaran.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu, khususnya dosen pembimbing, yaitu Bapak Imam Gunawan S.Pd, M.Pd yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya kepada kami.Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa.
           
                                                                        Malang, 22 Februari 2018

                                                                                               
Penulis
           
                                                                       


DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR......................................................................................... i
                    DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
                    BAB I  PENDAHULUAN
                     A.    Latar belakang.................................................................................. 1
                     B.     Rumusan masalah............................................................................ 1
                     C.     Tujuan.............................................................................................. 2      
                    BAB II PEMBAHASAN
                     A.    Kontinum Tingkatan Komitmen dan Abstraksi Guru...................... 3
                     B.     Kuadran Kategori Guru................................................................... 4
                     C.     Perbedaan Tiga Orientasi Perilaku Supervisor................................ 5
                     D.    Ketepatan Pendekatan Supervisi Dengan Tingkat 
                           Kematangan Guru............................................................................ 6
                     E.     Perilaku Supervisi yang Efektif...................................................... 7
                     F.      Supervisi Pengajaran dan Motivasi Guru........................................ 9
                     G.    Perpaduan Pendekatan dan Perspektif Psikologis
                     Supervisi Pengajaran....................................................................... 11
                     H.    Tingkat Kompleksitas Kognitif Guru............................................. 14
                     I.       Gaya Pengajaran Guru.................................................................... 14
                     J.       Gaya Pengajaran Guru dan Pilihan Pendekatan Supervisor........... 15
                     K.    Pendekatan Supervisor dan Kompleksitas Kognitif Guru.............. 17
                   BAB III PENUTUP
                     Kesimpulan........................................................................................... 20    
                   DAFTAR RUJUKAN......................................................................................... 21




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Supervisi berasal dari kata supervision yang terdiri dari dua suku kata, yaitu super yang berarti lebih dan vision yang berarti melihat.Maka dapat dikatakan bahwa supervisi pengajaran merupakan suatu bentuk upaya pertolongan pada guru sehingga dapat diartikan sebagai suatu pengawasan berupa pemeriksaan secara saksama. Supervisi pengajaran juga diartikan sebagai suatu pelayanan yang disediakan oleh supervisor untuk membantu guru menjadi guru yang semakin mahir sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ditujukan agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
Supervisi pengajaran adalah suatu upaya bantuan dalam bentuk pelayanan profesional yang dilakukan oleh kepala sekolah, penilik sekolah, pengawas serta supervisor lainnya dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat ditingkatkan. Supervisi pengajaran model lama lebih diartikan sebagai inspeksi atau pemeriksaan secara saksama yang mengakibatkan guru tidak berani, tidak bebas dalam mengerjakan tugas serta merasa terancam bila bertemu dengan supervisor.Selain itu, supersivi pengajaran model lama tidak dapat memberikan suatu dorongan untuk para guru.
Supervisi pengajaran mengalami perkembangan melalui pendekatan-pendekatan yang memiliki dasar ilmu tertentu. Gaya pengajaran guru digunakan pertimbangan dalam menentukan pendekatan sehingga perberian supervisi sesuai dengan kebutuhan guru. pemilihan pendekatan juga dipengaruhi oleh pemahaman supervisor tentang pemahaman teori, interpretasi, dan pengalaman yang dimiliki. Seorang supervisor perlu melakukan kajian tentang segala hal yang dialami guru atau karakteristik guru itu sendiri. Sehingga prinsip supervisi yang interaktif, demokratis, dan terpusat pada guru dapat terwujud.

B.     Rumusan Masalah
            1.      Bagaimana kontinum tingkatan komitmen dan abstraksi guru?
            2.      Bagaimana kuadran kategori guru?
            3.      Bagaimana perbedaan tiga orientasi perilaku supervisor?
            4.      Bagaimana ketepatan pendekatan supervisi dengan tingkat kematangan guru?
            5.      Bagaimana perilaku supervisi yang efektif?
            6.      Bagaimana supervisi pengajaran dan  motivasi guru?
            7.      Bagaimana perpaduan dan perspektif psikologis supervisi pengajaran?
            8.      Bagaimana tingkat kompleksitas kognitif guru?
            9.      Bagaimana gaya pengajaran guru?
           10.  Bagaimana gaya pengajaran guru dan pilihan pendekatan supervisor?
           11.  Bagaimana pendekatan supervisor dan kompleksitas kognitif guru?

C.    Tujuan
            1.      Untuk mengetahui kontinum tingkatan komitmen dan abstraksi guru.
            2.      Untuk mengetahui kuadran kategori guru.
            3.      Untuk mengetahui perbedaan tiga orientasi perilaku supervisor.
            4.      Untuk mengetahui ketepatan pendekatan supervisi dengan tingkat kematangan guru.
           5.       Untuk mengetahui perilaku supervisi yang efektif.
           6.      Untuk mengetahui supervisi pengajaran dan  motivasi guru.
           7.      Untuk mengetahui perpaduan dan perspektif psikologis supervisi pengajaran.
           8.      Untuk mengetahui tingkat kompleksitas kognitif guru.
           9.      Untuk mengetahui gaya pengajaran guru.
          10.    Untuk mengetahui gaya pengajaran guru dan pilihan pendekatan supervisor.
          11.    Untuk mengetahui pendekatan supervisor dan kompleksitas kognitif guru.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kontinum Tingkatan Komitmen dan Abstraksi
Glickman (1981) mengemukakan bahwa karakteristik guru berdasarkan tingkatan komitmen (level of commitment) dan tingkatan abstraksi (level of abstraction). Tingkat komitmen menunjuk kepada usaha dan penyediaan waktu dalam melaksanakan tugas secara relative lebih banyak dari apa yang telah ditetapkan. Komitmen lebih dari sekadar daripada perhatian (concern) sebab komitmen mencakup waktu dan usaha.
Tingkat komitmen guru dapat digambarkan dalam satu garis kontinum, bergerak dari yang tingkatan paling rendah ke tingkatan yang paling tinggi (Glickman, 1981: 43).Seorang guru dengan tingkat komitmen yang rendah biasanya tidak perhatian atau mengabaikan anak didiknya, waktu yang disediakan untuk mengerjakan pekerjaan atau tugas sangat sedikit, dan hanya memfokuskan diri untuk mempertahankan jabatan. Sedangkan seorang guru yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi biasanya lebih memiliki perhatian yang tinggi pada anak didiknya serta guru lainnya, waktu dan tenaga yang disedikan sangat banyak, dan perhatian utamanya adalah bekerja sebanyak mungkin untuk kepentingan orang lain.
Tingkat abstraksi guru adalah tingkat kemampuan guru mengelola pengajaran, menyelesaikan permasalahan dalam pengajaran, menentukan alternatif pemecahan masalah kemudian merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan. Tingkat abstraksi menunjukkan kemampuan kognitif, pemikiran abstrak, demokratis, imajinatif, dan simbolik yang dapat dilakukan serta akan bersikap lebih fleksibel dalam melaksanakan tugas. Dalam menghadapi masalah, berpikir abstrak dikaitkan dengan respons.
Guru yang memiliki tingkat abstraksi tinggi akan jarang menemui gangguan atau hambatan saat mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas bahkan guru tersebut akan memiliki hubungan interaksi yang baik dengan anak didik serta teman seperguruannya. Guru dengan tingkat abstraksi yang tinggi juga akan dapat menyelesaikan suatu permasalahan dalam pengajaran secara lebih efektif. Kemampuan guru dalam memandang setiap masalah dari berbagai perspektif, mampu menyusun dan mengembangkan berbagai alternatif penyelesaian masalah, serta mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang terbaik. Guru yang memiliki kemampuan berpikir menengah biasanya dapat mendefinisikan permasalahan berdasarkan bagaimana yang mereka lihat.Mereka dapat memikirkan beberapa kemungkinan tindakan tetapi mengalami kesulitan dalam memikirkan rencana yang komprehensif.
Sedangkan guru tingkat abstraksi yang rendah hanya mampu menemukan satu atau dua alternatif dalam menghadapi permasalahan yang ada. Guru dengan tingkat abstraksi yang rendah tidak merasa bahwa mereka memiliki permasalahan dalam pengajaran, kalaupun mereka merasakannya pasti mereka akan sangat bingung tentang pemasalahan tersebut serta tidak tahu apa yang harus dilakukan. Guru demikian juga sering meminta petunjuk untuk menyelesaikan permasalahannya. Respons terhadap permasalahan yang dihadapi cenderung biasa saja.
B.     Kuadran Kategori Guru
Pendekatan supervisi yang tepat untuk guru yang memiliki derajat komitmen dan derajat abstraksi rendah terletak pada Kuadran I untuk guru drop out yaitu pendekatan direktif. Kegiatan supervisor pada pendekatan ini yaitu dengan cara menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, menetapkan tingkah laku, dan menilai serta menggunakan insentif sosial dan material. Ciri-ciri guru yang termasuk Kuadran I dropouts, yaitu: melaksanakan tugas hanya berusaha sampai batas minimal, memiliki sedikit motivasi untuk meningkatkan kompetensinya, tidak dapat memikirkan perbaikan apa yang harus dilakukan, dan puas dengan melakukan tugas rutin yang dilaksanakan dari hari ke hari.
Pendekatan kolaboratif tepat digunakan untuk guru yang memiliki derajat komitmen tinggi dan derajat abstraksi rendah terletak pada Kuadran II yaitu guru yang kerjanya tidak terarah (unfocused workers). Ciri-ciri guru yang terletak dalam Kuadran II, yaitu memiliki antusias tinggi dalam bekerja, enerjik dan penuh kemauan, pekerja keras dan biasanya membawa pekerjaan untuk dikerjakan di rumah, dan kurangnya kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan serta jarang melaksanakan sesuatu secara realistis.
Guru yang memiliki derajat komitmen rendah namun derajat abstraksinya tinggi terletak pada kuadran III yaitu guru pengamat analitik lebih tepat menggunakan pendekatan kolaboratif. Ciri-ciri guru yang terletak pada Kuadran III, yaitu intelegensi tinggi, mampu memberikan gagasan yang baik tentang apa yang dapat dilakukan sebagai suatu keseluruhan, dapat membahas berbagai isu, dapat memikirkan langkah-langkah yang dapat membuat pelaksanaan idenya tersebut sukses, ide-ide yang dimaksud sering tidak terlaksana karena tidak mau menyediakan waktu, tenaga, dan perhatian yang diperlukan untuk pelaksanaan ide tersebut. Pada pendekatan ini supervisor berkolaborasi dengan guru.Supervisor mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap sasaran supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternative pemecahan masalah serta bernegosiasi dengan guru.
Guru yang memiliki derajat komitmen dan derajat abstraksi tinggi terletak pada kuadran IV yaitu guru profesional lebih tepat menggunakan pendekatan nondirektif. Supervisor mendengarkan, memperhatikan, dan mendiskusikan dengan guru, membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru.Implementasi kemampuan profesional guru sangat diperlukan berkaitan dengan diberlakukannya otonomi daerah, khususnya bidang pendidikan.Guru yang memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk mengelola interaksi pembelajaran pada tataran mikro serta memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro dapat mewujudkan kemampuan profesional guru.
C.    Perbedaan Tiga Orientasi Perilaku Supervisor
Supervisor dapat memilih alternatif dalam memberikan bantuan dan pembinaan terhadap guru.Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Glickman (1981), pendekatan alternatif dibagi menjadi tiga pendekatan yaitu pendekatan direktif, pendekatan nondirektif, dan pendekatan kolaboratif.Ketiga pendekatan tersebut dilaksanakan berdasarkan kondisi dan perkembangan kemampuan guru dengan menekankan dua aspek yaitu derajat komitmen dan derajat abstraksi guru.Pendekatan direktif digunakan pada guru yang memiliki derajat komitmen dan derajat abstraksi yang rendah (Kuadran I).Pendekatan kolaboratif digunakan untuk guru yang derajat komitmen tinggi dan derajat abstraksi rendah (Kuadran II) atau guru yang derajat komitmen rendah dan derajat abstraksi tinggi (Kuadran III).Pendekatan nondirektif digunakan pada guru yang memiliki derajat komitmen dan derajat abstraksi yang tinggi (Kuadran IV).
Derajat kematangan kepribadian guru, derajat tanggung jawab guru, dan derajat perhatian guru menentukan perilaku atau aktualisasi supervisi (Mantja, 1998:18). Derajat perhatian guru, derajat tanggung jawab guru, derajat kematangan kepribadian guru, dan kompleksitas kognitif guru memiliki kedudukan yang sejajar. Perhatian guru pada masalah, kebutuhan, dan karakteristik siswa maka guru berusaha meningkatkan kematangan dan kompleksitas kognitif.
D.    Ketepatan Pendekatan Supervisi Dengan Tingkat Kematangan Guru
Berbagai pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli yang mencakup supervisi klinis, pendekatan direktif, pendekatan nondirektif, pendekatan kolaboratif, pendekatan informal, pendekatan kolegial, pendekatan individual dihubungkan dengan dimensi guru yang mnecakup derajat kematangan kepribadian guru, derajat kompleksitas guru, sehingga akan menyebabkan adanya berbagai alternatif pendekatan dalam pelaksanaan  supervisi pengajaran.
Guru yang memiliki tingkat perhatian guru, tingkat tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif rendah maka pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan direktif dan karakter supervisi bersifat informal dengan menekankan pada interaksi langsung yang intensif antara supervisor dan guru. Pendekatan kolegial atau individual disesuaikan dengan perkembangan guru dan pendekatan kolegial ini digunakan saat guru mampu bekerja sama dengan guru lain. Supervisor hanya memastikan guru mendapat petunjuk dan pembinaan yang dibutuhkan.Pendekatan individual digunakan saat guru memiliki permasalahan yang rumit dalam pengajaran.Guru yang memiliki tingkat perhatian guru, tingkat tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif sedang maka pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan kolaboratif. Supervisor dan guru bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah, merencanakan supervisi, dan membuat keputusan secara kooperatif. Sehingga dalam pengembangan profesional guru lebih bersifat individual.Pendekatan informal dan kolegial digunakan saat guru membutuhkan bantuan di saat guru tersebut merasa sudah tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Guru profesional yaitu guru yang memiliki tingkat perhatian guru, tingkat tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif tinggi maka pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan nondirektif. Guru profesional dapat melihat permasalahan anak didik dengan lebih komprehensif di mana hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas sekolah serta mencerminkan bahwa guru memiliki tingkat kompleksitas kognitif yang tinggi. Pendeketan yang cocok adalah pendekatan kolegial sedangkan pendekatan individual dan informal digunakan sesekali saat guru menghadapi permasalahan khusus.
E.     Perilaku Supervisi yang Efektif
Kepala sekolah sebagai pemimpin di lembaga pendidikan memiliki tugas supervisi untuk mengendalikan segala kegiatan yang telah direncanakan untuk pencapaian tujuan pendidikan.Supervisi kepala sekolah berorientasi pada pengendalian guru.Masing-masing guru memiliki kinerja dan tingkat perkembangan profesional yang berbeda dan hal tersebut yang menyebabkan kepala sekolah tidak sembarang dalam melaksanakan tugasnya. Maka perilaku supervisor yang harus digunakan dalam pelaksanaan pendekatan efektif supervisi pengajaran yaitu gaya kepemimpinan situasional yang didasarkan pada anggapan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik melainkan tergantung pada situasi yang ada. Situasi yang dimaksud antara lain tingkat perkembangan individu masing-masing guru.
Perilaku supervisor harus bervariasi untuk setiap guru karena adanya perbedaan individual dalam perkembangan masing-masing guru tersebut.Tingkat perkembangan atau kematangan seseorang dapat dilihat dari dua dimensi yaitu kemampuan dan kemauan.Di mana kemampuan yang dimaksud meliputi keterampilan dan pengetahuan sedangkat kemauan meliputi tanggung jawab dan komitmen.Terkait perilaku dan pendekatan efektif yang digunakan dengan menyesuaikan kinerja guru dengan penjelasan sebagai berikut.
1.      Pendekatan direktif dengan perilaku instruksi untuk guru dengan tingkat perkembangan rendah. Guru yang memiliki tingkat perkembangan yang lemah harus lebih banyak diberikan pengarahan secara spesifik mengenai apa, bagaimana, dan kapan suatu tugas dilaksanakan. Kemudian dalam proses pelaksanaan supervisor lebih banyak memberikan pengawasan langsung secara ketat agar tidak terjadi penyimpangan saat melaksanakan tugas. Perilaku yang terlihat dari supervisor adalah kadar direktif yang tinggi dan supportif yang rendah. Sesuai dengan tingkat perkembangan guru yang rendah maka pendekatan direktif dianggap lebih efektif daripada pendekatan yang lainnya.
2.      Pendekatan kolaboratif dengan perilaku konsultasi untuk guru yang kerjanya tidak terarah. Semakin tinggi tingkat perkembangan seseorang maka pendekatan dan perilaku yang digunakan juga harus bergeser ke arah yang lebih sesuai dengan tingkat perkembangannya.Pendekatan kolaboratif dengan perilaku konsultasi diterapkan bagi guru yang kerjanya tidak terarah.Maka supervisor masih perlu memberikan direksi intensif karena dianggap belum mampu tetapi mengarah pada sportif yang tinggi karena adanya kemauan yang tinggi pula dari guru tersebut.
3.      Pendekatan kolaboratif dengan perilaku partisipasi untuk guru pengamat analitik. Guru yang memiliki kemampuan tinggi tetapi tidak ada kemauan untuk berbuat sesuatu ini disebut guru pengamat analitik.Supervisor harus mengadakan komunikasi dua arah secara aktif mendengar dan merespons segenap kesulitan yang dihadapi guru tersebut.Kemudian supervisor mendorong guru tersebut menggunakan kemampuan yang dimiliki secara optimal (sportif tinggi).Maka dari itu perilaku partisipasi dianggap paling efektif untuk menggerakan motivasi guru.
4.      Pendekatan non direktif dengan perilaku delegasi untuk guru profesional. Untuk menghadapi guru yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi maka perilaku supervisor yang paling efektif adalah delegasi. Supervisor tidak perlu banyak memberikan pengarahan dan support. Meskipun guru profesional selalu dapat mengidentifikasi serta bertanggung jawab untuk mengatasi dan menyelesaiakan tugas namun sebaiknya supervisor memberikan kepercayaan untuk melaksanakan sendiri rencana, menetapkan prosedur dan teknis kegiatan.Hal tersebut perlu digunakan oleh supervisor karena guru profesional sudah mampu secara psikis dan operasional.Supervisor tetap perlu memberikan pengarahan tetapi hanya sesuai kebutuhan yang ada.
F.        Supervisi Pengajaran dan Motivasi Guru
Supervisi berasal dari kata supervision yang terdiri dari dua kata yaitu super yang berarti lebih dan vision yang berarti melihat.Secara terminologi supervisi pengajaran ialah serangkaian usaha bantuan pada guru, sehingga mempunyai konsekuensi disamakannya pengertian supervisi dengan pengawasan dalam pengertian lama berupa inspeksi sebagai kegiatan kontrol yang otoriter.  Supervisi pengajaran adalah proses bantuan yang berwujud layanan profesional, dilakukan oleh kepala sekolah, pemilik sekolah, dan pengawas serta supervisor lainnya untuk meningkatkan proses pembelajaran (Gunawan, 2015).Dalam hal ini guru lebih banyak bicara, supervisor lebih banyak mendengar, memberi pengarahan, dan saran. Menurut Burhanuddin (2007:8) memjabarkan fungsi-fungsi superfisi pengajaran, yaitu:
1.      Mengkoordinasi semua usaha sekolah
2.      Melengkapi kepemimpinan sekolah
3.      Memperluas pengalaman guru
4.      Menstimulir usaha-usaha kreatif
5.      Memberikan fasilitas dan penilaian yang terus-menerus
6.      Menganalisa situasi belajar dan mengajar
7.      Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf
8.      Membantu meningkatkan kemampuan guru
Guru memegang peraanan penting dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Guru merupakan barisan pengembang kurikulum terdepan, karena guru selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum. Oleh sebab itu upaya meningkatkan aktivitas, kreativiitas, kualitas, dan profesionalitas guru sangat penting. Hal ini nampak dalam pendidikan yang dikembangkan secara desentralisasi, yang sejalan dengan kebijakan otonomi sekolah, karena di sini guru diberi kebebasan untuk memilih dan mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah dan sekolah. Ada beberapa batasan supervisi pengajaran sebagai bantuan kepada staf untuk menciptakan pengajaran yang lebih baik lagi. Batasan supervisi pengajaran mengurangi teori supervisi pengajaran model lama. Supervisi dengan model lama menyebabkan guru merasa takut, tidak bebas dalam melaksanakan tugas dan merasa terancam keamanannya bila bertemu dengan supervisor, dan tidak memberikan kemajuan kepada guru. Oleh karena itu banyak kegagalan dalam merealisasikan kurikulum yang telah dibuat. Program supervisi pengajaran bertumpu pada satu prinsip yang mengakui bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan supervisi pengajaran kekurang tepatan permasalahan yang berhubungan dengan guru dapat diatasi. Supervisi berfungsi membantu guru dalam menyiapkan pelajaran dengan memadukan teori dan praktik.
Motivasi dikatakan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu.Sedangkan pengertian motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif. Jadi motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, kuat dan lemahnya motivasi kerja seorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi (Anoraga, 2006:34).
Siagian (2004:79) mengatakan bahwa motivasi menjadi dasar utama bagi seseorang memasuki berbagai organisasi adalah dalam rangka usaha orang yang bersangkutan memuaskan kebutuhannya, baik yang bersifat politik, ekonomi, sosial, dan berbagai kebutuhan lainnya yang semakin lama semakin kompleks.
Menurut Hasibuan (2010:95) motivasi adalah pemberian daya gerak yang mmenciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Dijelaskan bahwa motivasi bermakna kecenderungan dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Motivasi meliputi faktor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia.
Surya (2003:92) mengemukakan definisi motivasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Selain itu, Makmum (2001:37) mengartikan motivasi sebagai suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu baik disadari maupun tidak disadari.
Penjelasan dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, motivasi adalah pemberian dorongan moral kepada diri seseorang untuk membangkitkan perilaku seseorang dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang maksimal dan memuaskan dengan cara yang efektif.
Supervisor juga perlu memberikan motivasi pada guru. Williams (2006:109) menyatakan bahwa motivation is the art of helping people to focus their minds and energies on doing their work as effectifely as possible.Tiga kebutuhan manusia yaitu prestasi, kekuasaan, dan kelompok pertemanan.Kebutuhan prestasi memandang guru memiliki dorongan untuk unggul, berprestasi berdasarkan standar, dan berupaya keras supaya sukses mencapainya. Kebutuhan kekuasaan memandang guru memiliki dorongan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara yang sedemikian rupa (tanpa paksaan) sehingga mereka tak berperilaku sebaliknya. Kebutuhan kelompok pertemanan memandang guru memiliki hasrat untuk menjalin hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Pemberian motivasi supervisor kepada guru dapat menjadi kompetensi besar untuk peningkatan komitmen guru dalam bekerja (Robbins,2003:222-223).Pembinaan guru dilakukan sesuai dengan kondisi dan perkembangan dimensi guru.
G.    Perpaduan Pendekatan dan Perspektif Psikologi
Menurut Sergiovanni (1991) supervisi pengajaran berkembang melalui pendekatan ilmiah, artistik dan klinis. Semua pendekatan-pendekatan supervisi tersebut berfungsi memperbaiki dan menggembangkan pembelajaran dengan pandangan serta cara masing-masing. Dengan memadukan ketiga pendekatan tersebut dapat meningkatkan keefektifan supervisi pengajaran. Keefektifan supervisi akan dapat mempengaruhi pula upaya perbaikan pembelajaran guru. Supervisor dengan memadukan ketiga pendekatan supervisor, dalam melaksanakan supervisi dapat menempatkan tahap-tahap supervisi klinis sebagai induknya.
Menurut Gunawan (2015) ada beberapa tahap-tahap supervisi yaitu pertama tahap kegiatan pendahuluan, supervisor dan guru bertemu dengan suasana kesejawatan, membahas tentang masalah-masalah yang dihadapi guru. Supervisor bersama guru memilih dan mengembangkan instrumen observasi yang akan digunakan. Yang kedua ada tahap observasi kelas, supervisor menggunakan instrumen yang dikembangkan dan disepakati bersama pada tahap pertemuan pendahuluan.Supervisor pada tahap observasi kelas, mengamati keseluruhan tampilan dalam pembelajaran, mencari makna-makna yang nampak dalam pembelajaran (pendekatan artistik).Supervisor memperhatikan latar perbedaan aspek sosial, budaya, dan psikis guru dan siswa. Pada saat mengamati proses pembelajaran yang sedang berlangsung, supervisor mencatat kejadian penting, memberikan interpretasi dalam tampilan pembelajaran dan membuat catatan-catatan ringan yang dirasa perlu guna mendukung conference setelah tahap observasi kelas. Yang ketiga, ada tahap pertemuan balikan, supervisor menyampaikan hasil pengamatannya kepada guru, tentang data capaian hasil kontrak pada tahap pertemuan pendahuluan.Pada pertemuan balikan, supervisor tidak menyampaikan kesalahan-kesalahan guru, tetapi lebih menekan pada mengapresiasi setiap kontribusi unik guru terhadap perkembangan siswa dan menaruh perhatian terhadap karakter ekspresif tentang peristiwa pengajaran.Supervisor dengan memadukan ketiga pendekatan supervisi diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja guru, meningkatkan kepuasan kerja guru, dan meningkatkan profesionalisme guru.hal tersebut akan berdampak pada pencapaian tujuan pembelajaran dan tujuan sekolah serta tujuan pendidikan dapat optimal. Pertumbuhan dan perkembangan prestasi belajar siswa juga dapat terus ditingkatkan, seiring dengan tuntutan perkembangan dan kedinamisan masyarakat, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Guru dalam pembelajaran juga harus memperhatikan karakteristik siswa, sehingga supervisor dalam pembelajaran juga harus memperhatikan karakteristik siswa, sehingga supervisor dan guru harus memahami psikologi perkembangan siswa. Psikologi pembelajaran dikembangkan menjadi landasan supervisi pengajaran. Aliran psikologi belajar mencakup:
1.      Psikologi Behavioristik.
Menurut pandangan ini, belajar dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian sehingga siswa mau belajar. Mengajar, dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan.Kedaulatan guru dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebaliknya, relatif rendah. Dengan demikian, menurut pandangan ini, seseorang akan belajar menurut dan berhasil belajarnya, manakala senantiasa dikondisikan dengan baik dalam lingkungan tertentu. Peserta didik yang berhasil belajar diberikan ganjaran sementara yang gagal diberi hukuman.
Pandangan belajar demikian, sangat cocok bagi siswa-siswa permulaan.Kontrol lingkungan dalam bentuk pengkondisian, pembiasaan, peniruan, pemaksaan, sangat cocok bagi siswa yang masih rendah tanggung jawabnya.Jika pada siswa-siswa yang telah lanjut sudah tinggi tingkat kesadaran dan tanggung jawabnya maka, pandangan belajar demikian tidak selalu cocok.Tetapi, jika siswa yang sudah lanjutpun, rasa tanggung jawabnya masih rendah, maka pandangan belajar demikian sangat cocok diterapkan.
2.      Psikologi Humanistik
Psikologi ini merupakan antitesa pandangan behavioristik.Psikologi humanistik beranggapan bahwa manusia memiliki potensi masing-masing yang berbeda, potensi itu dapat dikembangkan, dan masing-masing individu memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensinya. . Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan sendiri oleh siswa.Dalam belajar demikian, siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru.psikologi humanistik cocok diterapkan pada materi-materi yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.  peranan dalam mengajar dan belajar demikian relatif rendah. Kedaulatan siswa dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan guru relatif rendah.Indikator keberhasilan dari psikologi humanistik adalah siswa senang, bergairah, berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir siswa, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Kekurangannya adalah daya guru yang kadang tidak siap dalam memberi input atau memberi masukan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga siswa kurang maksimal mendapat informasi. Harus adanya kesiapan siswa untuk mendapat informasi.
3.      Psikologi Kognitif
Pandangan ini merupakan konvergengsi dari pandangan behavioristik dan humanistik.Menurut pandangan demikian, belajar merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan.Sebagai penengah dari kedua pandangan tersebut. Psikologi kognitif menekankan bahwa peran guru dan siswa memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu. Belajar menurut psikologi kognitif adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh seseorang dari proses pengajaran. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.
H.    Tingkat Kompleksitas Kognitif Guru
Sergiovanni (1991) mengklasifikasikan guru menjadi dua kategori yaitu tingkat kompleksitas kognitif rendah dan tingkat kompleksitas kognitif tinggi.Guru yang termasuk dalam kompleksitas kognitif rendah memiliki ciri-ciri yaitu pola pikir guru yang bersifat konkret, praktis, dan sederhana.Guru yang termasuk dalam kompleksitas kognitif tinggi memiliki ciri-ciri yaitu berpikir kompleks, cenderung dapat menerapkan variasi strategi mengajar, memahami keterkaitan, perbedaan, dan persoalan suatu konsep, dan dapat merefleksikan konsep tersebut dalam pengajaran.
Gunawan (2015) mengatakan bahwa supervisor dituntut memiliki strategi untuk meningkatkan kompleksitas kognitif guru dengan tujuan guru dapat menstimulasi lingkungan pengajaran.Upaya ini dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengemukakan tentang pengajarannya, mengevaluasi pengajaran, merefleksikan pengajaran, dan melakukan eksperimen dalam lingkungan pengajaran.
Guru diharapkan memiliki tanggung jawab dari hasil pengajarannya. Supervisor yang memperhatikan berbagai pendekatan supervisi dengan mengkombinasikan berbagai pendekatan tersebut dapat memberikan nilai lebih dan bermakna pada pelaksanaan supervisi
I.       Gaya Pengajaran Guru
Oliva (2009:348) berpendapat bahwa gaya personal guru, model yang mereka ikuti, dan keterampilan mengajar yang mereka kuasai, semuanya mempengaruhi rancangan pembelajaran. Gaya personal guru seperti gaya berpakaian, bahasa atau gaya berbicara, suara ,gestur guru, tingkat energi, ekspresi wajah, motivasi, perhatian kepada orang lain, kemampuan mendramatisasi, dan tingkat intelektual. Keragaman model sangat penting bagi keberhasilan pengajaran untuk menghindari kegelisahan dan kebosanan siswa.Gaya mengajar merupakan susunan karakteristik dan dan sifat personal yang mengidentifikasikan individu sebagai guru.karakteristik situasional yang dipertimbangkan. Karakteristik situasional yang dipertimbangkan
J.      Gaya Pengajaran Guru dan Pilihan Pendekatan Supervisor
Gaya pengajaran guru digunakan pertimbangan dalam menentukan pendekatan, sehingga pemberian supervisi sesuai dengan kebutuhan guru.Pemilihan pendekatan dipengaruhi oleh pemahaman supervisor tentang pemahaman teori, interpretasi, dan pengalaman yang dimiliki supervisor.Supervisor perlu melakukan kajian tentang segala hal yang dialami guru atau karakteristik guru itu sendiri.
Gall (1987) mengemukakan bahwa kegiatan supervisi terpusat pada guru, supervisor bersifat sebagai fasilitator guru dalam menyelesaikan permasalahan pengajaran. Supervisi kolegial cocok digunakan pada guru yang memiliki gaya pengajaran concrete experience (pengalaman konkret). Supervisi kolegial digunakan pada guru yang telah bersedia bekerja sama dengan guru lain dan berorientasi pada pencapaian pengalaman konkret. Guru diberi kesempatan untuk berinteraksi dan berdiskusi dengan guru lain membahas tentang tugasnya. Berbagai pengalaman konkret yang dialami guru dicatat, dilakukan interpretasi, dan pengalaman yang menarik dan unik dapat dipraktikkan oleh guru lain di kelasnya. Tipe guru seperti ini tidak suka dengan pengembangan profesional secara individual.Pendekatan kolegial memungkinkan guru mendapatkan pengalaman konkret, memiliki pengalaman abstrak, dan observasi refleksi. Guru pada saat berdiskusi dengan guru lainnya diharapkan dapat menemukan ide baru yang akan diterapkan dalam pengajaran. Guru dapat mengadopsi metode mengajar guru lain untuk diterapkan di kelasnya. Kemungkinan pada awal menerapkan metode baru guru mengalami kesulitan.Dengan demikian guru memiliki tantangan untuk melakukan perubahan dan berinovasi dalam pengajarannya untuk menciptakan situasi belajar yang lebih baik, terus melakukan modifikasi sesuai dengan materi dan media yang digunakan dalam pengajaran. Guru akan terlatih dalam melaksanakan inovasi secara berkelanjutan dan diharapkan akan meningkatkan kualitas pengajaran. Guru yang memiliki gaya pengajaran reflective-observation (refleksi-observasi) cocok dengan pendekatan kolegial, karena memiliki tingkat refleksi-observasi tinggi, suka merespons, dan senang bekerja dengan guru lain. Namun dalam kasus tertentu guru akan bertindak pasif, lebih suka sebagai observer, dan aktif mengambil sesuatu dari pengamatan yang dilakukan. Maka pendekatan yang dilakukan adalah secara individual.Guru yang berkarakter refleksi cenderung tidak banyak mengalami kemajuan.Sehingga supervisor memberikan bantuan dalam pengembangan dengan membuat kontrak yang terencana agar guru fokus dalam pengajaran.Target dan tujuan dirumuskan secara spesifik agar dapat mengatasi permasalahan guru dalam kelas. Guru dituntut berorientasi pada aksi (pelaksanaan) pengajaran dan kegiatan supervisor mendorong agar target dan tujuan yang telah dirumuskan sapat tercapai. Guru yang berorientasi konseptual-abstrak (abstract conceptualisation) lebih terfokus dalam pengajaran dan gagasan teori dalam mengatasi permasalahan.Mereka mengkaji ide secara teori, melakukan penelitian mengenai pengajaran, dan berdiskusi dalam permasalahan pengajaran.Guru yang berorientasi konseptual-abstrak dalam membuat keputusan berdasarkan pada data. Guru merencanakan dan menyiapkan instrumen secara sistematis dalam pengajaran.
Kegiatan supervisor adalah memberikan motivasi agar guru perencanaan yang telah dirumuskan dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dijadikan pedoman menyusun perencanaan pengajaran selanjutnya. Guru yang berkarakter abstract conceptualization (pemahaman abstrak) cenderung memudahkan supervisor karena dalam menyelesaikan masalah berdiskusi dengan guru lain. Namun terkadang mereka mempengaruhi kelompok lain dengan mengemukakan teori dalam menyelesaikan masalah. Guru yang berkarakter abstract conceptualization (pemahaman abstrak) lebih suka menggunakan teori dalam mengimplementasikan proses pengajaran. Walaupun demikian guru perlu juga memperhatikan fakta empirik dalam pengajaran.Sehingga supervisor dituntut dapat menyeimbangkan perbedaan guru yang berorientasi abstract conceptualization (pemahaman abstrak) dengan active experimentation (percobaan aktif).Guru yang termasuk dalam karakter active experimentation (percobaan aktif) cenderung mengkaji kegiatan pengajaran sebagai sesuatu yang bersifat fakta (nyata), kegiatan pengajaran tidak berpijak pada teori. Mereka terfokus pada fakta pada proses pengajaran. Sehingga supervisor kegiatannya membantu guru secara praktis dalam memandang kegiatan pengajaran, kebermaknaan pengajaran, dan meningkatkan kinerja guru. Pendekatan kolegial kurang sesuai jika digunakan pada guru yang tidak suka berinteraksi dengan guru lain dan lebih suka bekerja sendiri. Pilihan pendekatan pada tipe guru seperti ini yang sesuai adalah pendekatan direktif.Supervisor mendorong guru melakukan eksperimen secara aktif.Guru yang termasuk dalam tipe ini suka bertindak sendiri dalam bekerja.Mereka berani mengambil risiko dala melaksanakan hal baru dalam pengajaran.Pendekatan individual memberi kesempatan kepada guru untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan guru. Mereka hanya memerlukan bantuan dalam hal bereksperimen dan merefleksikan proses pengajaran. Pendekatan kolegial bagi guru yang individual dipersepsikan sebagai penghalang dalam pengembangan profesionalnya. Mereka berpandangan dengan berdiskusi dapat membuat proses pengembangan profesionalnya terhambat karena harus menunggu guru lain jika ada guru yang belum atau tidak dapat mengimbangi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu hal.
K.    Pendekatan Supervisor dan Kompleksitas Guru
Supervisor dapat memilih alternatif dalam memberikan bantuan dan pembinaan kepada guru.Supervisor dapat memilih berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Glickman (1981) yang membagi jadi tiga pendekatan yaitu direktif, kolaboratif, dan nondirektif.Pendekatan direktif, kolaboratif, dan nondirektif dilaksanakan berdasar kondisi dan perkembangan kemampuan guru, dengan menekankan pada dua aspek yaitu derajat komitmen dan derajat abstraksi guru.Pendekatan direktif dilaksanakan pada guru yang memiliki derajat abstraksi dan komitmen yang rendah (guru drop out).Supervisor banyak mengarahkan guru. Kegiatannya menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, menetapkan patokan tingkah laku, dam menilai serta menggunakan insentif sosial dan material. Pendekatan kolaboratif dilaksanakan pada guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (guru kerjanya tak terarah) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi namun komitmennya rendah (guru yang pengamat analitik).Supervisor berkolaborasi dengan guru.
Kegiatan supervisor adalah mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap sasaran supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan masalah, bernegoisasi dengan guru.Pendekatan nondirektif dilaksanakan pada guru yang memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi (guru profesional).Kegiatan supervisor adalah mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru, membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya, dan mengklarifikasi pengalaman guru. Berbagai pendekatan yang dikemukakan oleh ahli yang mencakup supervisi klinis, pendekatan direktif, pendekatan nondirektif, pendekatan kolaboratif, pendekatan informal, kolegial, dan individual dihubungkan dengan dimensi guru yang mencakup derajat kematangan kepribadian guru, derajat tanggung jawab guru, derajat perhatian guru, kompleksitas kognitif guru, sehingga akan memberikan berbagai alternatif-alternatif pendekatan dalam pelaksanaan supervisi pengajaran. Sergiovanni (1991) mengemukakan hubungan derajat kematangan kepribadian guru, derajat tanggung jawab guru, derajat perhatian guru, kompleksitas kognitif guru, dan pilihan pendekatan alternatif supervisor.Derajat kematangan kepribadian guru, derajat tanggung jawab guru, dan derajat perhatian guru menentukan perilaku atau aktualisasi supervisi (Mantja, 1998:18).
Glickman (1982) menyatakan teachers vary according to such characteristics as temperament, motivation, energy, and planning. Setiap guru harus diperhatikan sebagai individu dan diperlakukan sesuai dengan pendekatan supervisi yang diperlakukannya.Oleh karena itu, supervisi pengajaran yang diberikan oleh supervisor kepada guru, harus menekankan perubahan orientasi supervisi terhadap guru yang harus berkembang ke tahapan yang lebih tinggi, seiring dengan tingkat perkembangan guru tersebut.Derajat perhatian guru, derajat tanggung jawab guru, derajat kematangan kepribadian guru, dan kompleksitas kognitif guru memiliki kedudukan yang sejajar dan linier.Perhatian utama guru pada masalah, kebutuhan, dan karakteristik siswa, maka guru berupaya meningkatkan kematangan dan kompleksitas kognitif.Pertemuan garis tersebut menggambarkan dimensi pengembangan guru dan rekomendasi pendekatan alternatif yang dilaksanakan supervisor.Guru yang memiliki tingkat perhatian guru, tingkat tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif rendah, maka pendekatan yang sesuai adalah direktif dan karakter supervisi bersifat informal dengan menekankan pada pertemuan atau interaksi langsung yang intensif antara supervisor dan guru.
Pendekatan kolegial atau individual disesuaikan dengan perkembangan dan kondisi guru. Pendekatan kolegial digunakan saat guru mampu bekerja sama dengan guru lain. Keterlibatan supervisor hanya memastikan bahwa guru mendapat petunjuk dan pembinaan yang dibutuhkan.Pendekatan individual digunakan pada saat guru memiliki permasalahan rumit dalam pengajaran.Guru yang memiliki tingkat perhatian guru, tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif sedang, maka pendekatan yang sesuai adalah kolaboratif. Guru dan supervisor menyelesaikan masalah secara bersama, merencanakan supervisi, dan membuat keputusan secara kooperatif. Sehingga dalam pengembangan profesional guru lebih bersifat individual.Pendekatan informal dan kolegial digunakan jika guru memerlukan bantuan yang sekiranya guru sudah tidak dapat menyelesaikan sendiri. Guru profesional merupakan guru yang memiliki tingkat perhatian guru, tingkat tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif tinggi, sehingga pendekatan yang sesuai adalah nondirektif. Guru profesional dapat memperhatikan persoalan siswa lebih komprehensif. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas sekolah dan mencerminkan bahwa guru memiliki tingkat kompleksitas kognitif yang tinggi.Pendekatan yang cocok adalah kolegial.Pendekatan individual dan informal digunakan sesekali jika guru menghadapi permasalahan yang bersifat khusus.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Supervisi pengajaran bertujuan mengembangkan situasi kegiatan pembelajaran yang lebih baik, membimbing pengalaman mengajar guru, menggunakan alat pengajaran yang modern, dan membantu guru dalam menilai kemajuan siswa.  Supervisor perlu melakukan kajian tetang segala hal yang dialami guru atau karakteristik guru itu sendiri, sehingga prinsip supervisi yang interaktif, demokratis, dan terpusat pada guru dapat terwujud. Perpaduan dari berbagai pendekatan supervisi pengajaran oleh supervisor dapat meningkatkan keefektifan supervisi pengajaran dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Berbagai pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli yang mencakup pendekatan direktif, nondirektif, kolaboratif, dihubungkan dengan dimensi guru yang mencakup tingkat motivasi guru, tingkat tanggung jawab guru, dan kompleksitas kognitif guru sehingga akan memberikan berbagai pendekatan supervisi oleh supervisor dapat meningkatkan nilai lebih dan bermakna dari pelaksanaan supervisi dan membantu guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran. Peranan supervisor tidak hanya mengamati kinerja guru saja, tetapi seorang supervisor juga harus memberikan motivasi kepada guru agar guru tersebut dapat memberikan pengajaran yang baik. Dengan demikian siswa akan mencapai keberhasilan belajar yang maksimal. Cara mengajar guru juga harus dinilai. Guru juga harus memberikan variasi lain terhadap gaya pengajaran yang diberikan kebada siswa, agar siswa tidak mudah bosan dengan cara belajar dalam sekolah.




DAFTAR RUJUKAN

Acheson, K. A., dan Gall, M. D. 1987. Techniques in the Clinical Supervision: Preservice and Inservice Application. London: Longman.

Burhanuddin, dkk. 2007. Pendidikan dan Pengajaran: Konsep,Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional. Malang: FIP Universitas Negeri Malang.
Glickman, C. D. 1981. Developmental Supervision. Alexandria: ASCD.
Glickman, C. D. 1982. Developmental Supervision: National Curriculum Study Institute. New York: Association for Supervision and Curriculum Development.
Gunawan, I. 2015. Mengembangkan Alternatif-alternatif Pendekatan Dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran. Manajemen Pendidikan, online, 2015/xx/24 (6:468), ( http://ap.fip.um.ac.id), 12 Februari 2018.
Imron, A. 1994. Pembinaan Guru di Indonesia: dari Kawasan Konseptual Sampai Kawasan Substantif. Malang: Jurusan AP FIP IKIP Malang.
Kolb, D.A. 1984. Experiential Learning as a Source of Development. New Jersey: Prentice Hall.
Mantja, W. 1998. Manajemen Pembinaan Profesional Guru Berwawasan Pengembangan Sumber Daya Manusia: Suatu Kajian Konseptual-Historik dan Empirik. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang, 23 November.
Nawawi, H. 1988. Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV Haji Masagung.
Oliva, P. F. 2009. Developing the Curriculum. Boston: Pearson Education, Inc.
Robbins, S. P. 2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan oleh Benyamin Molan. 2006. Jakarta: Indeks.
Sergiovanni, T. J. 1991. The Principalship: a Reflecrive Practice Perpective. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Williams, K. 2006. Introducing Management a Development Guide. New York: Elsevier Ltd.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKATAN ARTISTIK DALAM SUPERVISI PENGAJARAN

GERAKAN SEKOLAH TANPA BATAS SEBAGAI WADAH PEMBELAJARAN BAGI LANSIA

PENGATURAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER